Lagi.. Ditemukan Kasus SPPD Fiktif diInspektorat Riau... Potensi rugikan negara 574 juta

Lagi.. Ditemukan Kasus SPPD Fiktif diInspektorat Riau... Potensi rugikan negara 574 juta

Lagi, Ditemukan Kasus SPPD Fiktif di Inspektorat Riau, Potensi Rugikan Negara 574
 Kasus korupsi di  Pemerintahan  Provinsi (Pemprov) Riau tampaknya sudah menggurita dan menggapai semua lini. Kini muncul lagi kasus SPPD fiktif di Inspektorat Provinsi Riau yang berpotensi merugikan negara Rp 574.244.750.00. Nilai  ini hampir separoh dari temuan SPPD fiktif di DPRD Riau pada tahun 2020 yang mencapai angka  Rp 51.900.000.00. Ironisnya setelah dilakukan audit oleh BPKP temuan SPPD fikitif di DPRD Riau tahun 2020 mencapai angka hampir 100 M.
“Kasus SPPD fiktif di Inspektorat Riau sungguh keterlaluan dan tidak dapat ditolerir. Lembaga yang bertugas melakukan pengawasan internal, audit dan investigasi untuk memastikan  pelaksanaan pemerintahan yang efektif dan akuntabel malah terlibat dalam kasus SPPD fiktif. Pantasan saja kasus korupsi di Pemprov Riau merajalela dan merugikan negara ratusan miliar karena lembaga Inspektorat juga terlibat dalam kasus korupsi,”ujar Direktur Lembaga Anti Korusi Riau (LAKR), Armilis Ramaini SH MH , JUumat (25/7) di Pekanbaru.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI perwakilan Riau tahun 2020, jelas Armilis, terdapat 9 OPD yang melakukan perjalanan dinas lebih dari satu pada hari yang sama. Salah satu OPD yang melakukan perjalanan dinas ganda tersebut adalah Inspektorat Provisni Riau. “Di Inspektorat ditemukan kasus SPPD fiktif sebesar Rp 26.852.500.00 dengan potensi kerugian negara Rp 574.244.750.00.00,”ujar Armilis.
Kasus SPPD fiktif di Inspektorat Riau, lanjut Armilis, merupakan sebuah kejahatan luar biasa dan sangat ironis. Sebab inspektorat bertugas untuk membantu gubernur dalam membina dan mengawasi pelaksanaan tugas pemerintah daerah dan tugas perbantuan. Selain itu inspektorat juga bertugas untuk melakukan pengawasan internal, audit dan investigasi untuk  memastikan pelaksanan pemerintahan yang efektif dan akuntabel. “Kalau di inspektorat juga terjadi kasus SPPD fiktif, bagaimana di OPD yang lain. Pasti akan lebih besar karena pengawas internal pemerintahan juga melakukan kejahatan yang sama,”kata Armilis mempertanyakan.
Armilis juga mengkritisi jabatan ganda yang diemban Kepala Inspektorat Riau, Sigit Juli Hendirawan. Sebab, Sigit sebelumnya diketahui juga menjabat sebagai Komisaris di salah satu BUMD milik Pempriov Riau. “Jabatan sebagai Kepala Inspektorat saja tidak optimal dilaksanakan. Kini Sigit malah merangkap juga sebagai komisaris di salah satu BUMD. Pantasan saja kasus korupsi dan kebobolan APBD Riau semakin merajalela karena kinerja Inspektorat yang tidak optimal dan bermasalah,”ujar Armilis
Pada tahun anggaran 20022, jelas Armilis Pemprov Riau telah menganggarkan biaya perjalanan dinas sebesar Rp 299.874.029.728.50 dan terealisasi sebesar Rp 273.910.656..00 atau setara dengan 89 persen. Temuan pada LHP BPK, papar Rolan, merupakan hasil uji petik dan tidak menggambarkan kerugian negara yang sebenarnya akibat SPPD fikitf. Sebab, audit yang dilakukan BPK merupakan audit administrasi. Sebagai perbandingan, temuan SPPD fiktif di Sekwan DPRD Riau pada tahun 2020 hanya Rp 51. 900.000. Tetapi setelah dilakukan penyidikan oleh Ditrekrimsus Polda Riau dan hasil audit BPKP ternyata angka temuan membengkak menjadi 100 M. “Temuan pada LHP BPK RI adalah hasil audit adminsitrasi dan hanya berdasarkan uji petik. Jika dilakukan penyidikan oleh APH dan diaudit oleh BPKP maka angka SPPD fiktif bisa menbengkak seperti  kasus SPPD fikit di Sekwan DPRD Riau,”ujar Armilis
Kasus SPPD fiktif di Inspektorat Riau, kata Armilis, bertentangan dengan Peraturan Pemerintah N0 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 121 ayat (2) yang menyatakan bahwa pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggug jawab tehadap kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat  dimaksud.  Serta Pasal 141 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran harus  didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.  Juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 77  Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah serta Peraturan Gubernur Riau N0 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Perjalanan Dinas yang  bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Riau.
Armilis meminta agar Gubri Abdul Wahid dapat mengevaluasi kinerja Kepala Inspektorat Riau yang tidak optimal yang berdampak pada banyaknya kasus penyalahgunaan APBD dan turunnya predikat pengelolaan keuangan Pemrov Riau dari Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) menjadi Wajar dengan  Pengecualian.  “Gubri harus mengevaluasi kinerja Kepala Inspektorat Riau yang berdampak pada banyaknya kasus penyalahgunaan APBD karena lemahnya pengawasan internal dan harus mencopot Sigit dari jabatannya sebagai Komisaris BUMD agat fokus pada tuposkinya sebagai Kepala Inspektorat saja,”tegasnya.
Kepala Inspektorat Riau Sigit Juli Hendriawan yang dikonfirmasi tentang kasus SPPD fiktif di Inspektorat Riau sebesar 26.852.500.00 mengatakan bahwa dia baru diangkat sebagai Kepala Inspektorat pada bulan Juli setelah audit BPK seselai dilaksakan. “Saya masuk ke Inpektorat Riau pada bulan Juli dan pada waktu itu audit BPK RI telah selesai dilakukan,”ujarnya.

Penulis : Heber Samudera