Walau Kerugian Negara Diketahui 162 Miliar, Polda Riau Diduga Lindungi Pelaku Kasus SPPD Fiktif
Aneh Tapi Nyata , Seperti itulah yang terjadi di DPRD Prov. Riau yang Melibatkan Pergawai SETWAN di DPRD Prov. Riau Tanpa Campur Tangan 65 Anggota DPRD, Ketua beserta, Wakil Ketua Hingga Merugikan Negara Sebesar 162 Miliar Rupiah.
Kasus SPPD Fiktif DPRD Riau sudah lebih 6 bulan berjalan di Polda Riau. 401 orang saksi telah diperiksa, miliaran barang bukti telah disita dan sejumlah aset hasil kejahatan korupsi SPPD fiktif tersebut sudah diamankan. Namun hingga saat ini, 2 Februari 2025, rakyat Riau dibuat bingung karena tidak ada tersangka.
Dari pantauan awak media ini di tengah-tengah masyarakat Riau, dan berita-berita media nasional, sangat mengapresiasi Polda Riau yang dipimpin oleh Irjen Pol Mohammad Iqbal. Pasalnya, baru kali itu, kasus korupsi di DPRD Riau, dengan kerugian keuangan yang spektakuler, dan melibatkan saksi ratusan pihak, dengan barang bukti puluhan ribu dokumen perjalanan fiktif, sehingga memicu animo masyarakat untuk mengetahui siapa-siapa tersangkanya dan sekaligus sebagai bukti profesionalitas Kapolda Riau, Irjen Pol Mohammad Iqbal.
Belakangan, usai melewati bulan Januari 2025, dan telah melewati lebih 6 bulan proses penyidikan kasus SPPD Fiktif DPRD Riau di Polda Riau, walau diketahui telah memeriksa 401 saksi, menyita uang miliaran barang bukti dan sejumlah aset bernilai miliaran hasil kejahatan korupsi SPPD Fiktif tersebut, namun ternyata lagi-lagi Kapolda Riau, Irjen Pol Mohammad Iqbal dan jajarannya belum mampu menetapkan tersangka, ada apa?
Atas kenyataan ini, sejumlah pihak kerap bertanya-tanya, tentang model penyidikan seperti apa yang di berlakukan oleh pihak penyidik dari Ditreskrimsus Polda Riau. Salah satunya, Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah Dan Kejahatan di Indonesia (LP-KKI). Dalam wawancara singkat dengan ketua LP-KKI, Feri Sibarani, SH, MH, mengatakan, mengingat bunyi pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No 31 Tahun 1999 atau perubahan UU No 20 Tahun 2021 tentang tindak pidana korupsi, bahwa unsur untuk adanya tindak pidana korupsi adalah, adanya perbuatan yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang merugikan keuangan negara.
Disisi lain, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, baru-baru ini mengungkapkan perkembangan terbaru kasus korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Sekretariat DPRD (Setwan) Riau.
Bukan perkembangan mengenai siapa pelakunya, namun informasi terbaru Kuncoro justru makin menambah kebingungan masyarakat terhadap bentuk penegakan hukum yang dilakukan, karena yang diumbar hanya soal jumlah pihak-pihak yang mengembalikan uang hasil koruspinya, tanpa adanya tersangka.
Menurut Ade Kuncoro Ridwan, Jumat, 31 Januari 2025, sejumlah 120 aparatur sipil negara (ASN), 2 tenaga ahli, dan 51 tenaga harian lepas (THL) sudah mengembalikan dana perjalanan dinas fiktif yang sebelumnya mereka terima.
"Total uang yang sudah dikembalikan mencapai Rp16.149.745.800," kata Ade Kuncoro Ridwan dikutip dari keterangan resmi, Sabtu 1 Februari 2025.
Ade mengatakan, dari total 401 saksi yang telah diperiksa, 353 di antaranya sudah dimintai keterangan lebih lanjut oleh penyidik dan diminta mengembalikan uang yang diterima.
"Tentu bagi yang tidak mengembalikan dalam batas waktu yang ditentukan, akan diproses hukum dan berpotensi menjadi tersangka. Batas waktu pengembalian, Jumat kemarin," ujar Ade.
Ade menjelaskan, berdasarkian penghitungan awal penyidik, ditemukan bahwa dari Rp206 miliar anggaran SPPD untuk tahun 2020 hingga 2021, terdapat indikasi kerugian negara mencapai Rp162 miliar.
Yang Menjadi Pertanyaan Masyarakat, Apakah boleh mengembalikan Kerugian Negara Tanpa Proses Hukum?,Atau Hanya Rekayasa Polda untuk Mengulur Waktu dan Mem peti-es kan Kasus SPPD Fiktif?.
Jawabannya Hanya ada di Polda Riau
Penulis : HS
Heber Samudera Aritonang