HUMAS SEKWAN DPRD RIAU,PANGGIL 2 WARTAWAN?.
Humas DPRD Riau Teddy memanggil 2 Wartawan sehubungan dengan adanya berita yang dirasa Humas menyudutkan institusi DPRD Riau dalam hal pemberitaan mengenai korupsi di DPRD Riau pada tahun anggaran 2022 lalu.Kedua Wartawan itu iyalah Alex Candra dari Media On Line Berazam.Com dan Rolan Aritonang dari Detik Aktual News.Com.Teddy yang merasa Institusi DPRD Riau merasa di pojokkan dalam pemberitaan itu tidak terima,sementara kedua Wartawan Tersebut sudah merasa pemberitaan ini sudah kayak.Menurut Teddya bahwa setiap pemberitaan harus melalui Humas sementara kedua Wartawan melakukan Wawancara dengan narasumber yaitu dengan Wakil Gubernur Riau yang pada saat itu masih menjabat Sekda Propinsi Riau,serta sudah menghubungi Sekretaris Dewan melalui ponselnya.Wartawan yang merasa di diadili secara Sepihak oleh Humas Teddy beserta 2 rekannya,membuat Wartawan ini tidak nyaman adapun pertanyaan Teddy beserta rekannya yang mengatakan atas dasar apa saudara membuat berita sehingga dana resep negara hilang Rp 60 kurang lebih.seharusnya tanya dulu ke BPK RI Riau jangan asal nulis aja,yang di jawab Wartawan BPK RI itu kan hanya uji petik.selesai dipanggil Humas kedua WArtawan langsung menuju Gedung BPK RI Perwakilan Riau,sampai di Gedung BPK RI Wartawan tersebut di terima Humas BPK dan di jawab kalau hitung hitungannya tunggulah setelah tanggal 15.05.35.karena seluruh staf sedang bertugas ke daerah,kalau mau nanya perhitungannya nantilah.sementara berita yang di tulis Wartawan adalah sbb. Mark Up Anggaran dan Reses Fiktif DPRD Riau Diduga Rugikan Negara 55 Miliar
Belum tuntas penanganan kasus SPPD Ffiktif DPRD Riau senilai 162 M yang tengah ditangani penyidik Ditrekrimsus Polda Riau, kini muncul lagi kasus mark up anggaran dan reses fiktif di DPRD Riau yang berpotensi merugikan negara Rp 55 miliar. Kerugian negara terjadi karena dari total dana Rp 61.627.746.000.00 yang merupakan belanja kegiatan reses bagi pimpinan dan anggota DPRD Riau hanya terealisasi 10,16 persen saja, sedangkan sisanya sebesar 89.84 persen atau setara dengan Rp 55.361.870.000.00 miliar tidak dapat dipertanggung jawabkan alias fiktif.
“Kasus korupsi uang negara di DPRD Riau sungguh luar biasa massif dengan dana yang dikorupsi yang fantastis. Kasus SPPD fiktif DPRD Riau senilai 162 M masih ditangani Polda Riau. Sekarang muncul lagi kasus mark up dan kegiatan reses fiktif senilai 55 M. Jika ditotal jumlah koruspi di DPRD mencapai angka 217 M,’’ujar advokat kondang yang juga pengamat hukum, Armilis Ramaini SH MH, Senin 26/4 di Pekanbaru.
Pemprov Riau, jelas Armilis, menyajikan anggaran dan realisasi anggaran untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 desember 2020 senilai Rp 2.263.891.179.335.35 dan Rp 2.077.147.195.149.17. Dari belanja barang dan jasa tersebut, diantaranya sebesar Rp 60.342.979.1000 atau 97.92 persen dari anggaran senilai Rp 61.627.746.000.00 merupakan belanja kegiatan reses bagi pimpinan dan anggota DPRD Riau. “Untuk tahun 2020 anggaran reses bagi pimpinan dan anggota DPRD Riau mencapai angka Rp 61.627.746.000.00. Dari dana reses Rp 61,6 M lebih itu hanya teralisasi sebesar 6.260.870.993, 6 M. Sisanya sebesar Rp 55 M adalah kegiatan fiktif atau mark up anggaran,’’ujar Armilis.
Perincincian dana reses itu jelas Armilis, belanja perangko, materai dan benda pos lainnya Rp 29.220.000.00, belanja dokumentasi Rp 97.500.000, belanja cetak Rp 12.000.000, belanja penggandaan Rp 5.184.000, belanja sewa ruang rapat/pertemuan Rp 14.326.000.000, belanja makan dan minuman rapat Rp 25.920.000, belanja makan dan minuman kegiatan Rp 39.599.040.000, belanja perjalanan dinas dalam daerah Rp 7.243740.000 dan dana perjalanan dinas luar daerah Rp 284.112.000. Total dana untuk kegiatan resaes pimpinan dan anggota DPRD Riau tahun 2020 mencapai Rp 61.622.746.000. Jumlah angka yang sangat besar untuk menunjang kinerja dewan dalam menjemput aspirasi konstituen mereka,’ kata Armilis.
Kegiatan reses, tambah Armilis, dipergunakan oleh anggota DPRD secara perorangan atau kelompok untuk mengunjungi daerah pemilihannya guna menyerap aspirasi masyarakat. Kegiatan tersebut dilakukan dalam tiga tahap yakni tahap I dalakukan antara januari-april, tahap II mei-agustus dan tahap III antara september-desember.
“Hasil pemeriksaan secara uji petik oleh BPK RI wilayah Riau terhadap pertanggunjawaban kegiatan reses pimpinnan dan anggota dewan, papar Armilis, pada tahap III tahun 2020 menunjukkan bahwa pertanggungjawaban belanja makanan dan minuman serta sewa ruang rapat/pertemuan kegiatan reses tidak sesuai dengan kondisi senyatanya. Hasil konfirmasi uji petik kepada lima penyedia makanan dan minuman dan ruangan/kegiatan reses sebagaimana tercantum dalam bukti pembayaran tidak sesuai dengan hasil konfirmasi. Selain itu terdapat bukti pembayaran yang tidak diakui penyedia karena tidak ada pemesanan atau tidakada kegiatan reses alias fiktif,”tegas Armilis
Tindakan mark up atau reses fiktif pimpinanan anggota DPRD Riau ini, jelas Armilis, bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 12 tentang pengelolaan keuangan daerah pasal 14 ayat (1) yang mengatur bahwa setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
Juga bertentangan dengan Peraturan Mendagri No 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Mendagri No 21 tahun 2011 pada Pasal 32 ayat (1) yang mengatur bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah dan ayat (2) yang mengaatur bahwa bukti sebagaimana di maksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang bewenang dan bertanggung jawab atas kebenaran materail yang timbul dari penggunaan bukti yang dimksud.
Selanjutnya pada Pasal 184 ayat (2), kata Armilis, yang mengatur bahwa pejabat yang menanandatangani dan atau mengesahkan dokuemen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggungjawab terhadap kebenaran materaial dan akibat yang timbul dari penggunaan alat bukti yang dimaksud.
“Mengacu kepada tiga aturan di atas terbukti bahwa pertanggung jawaban penggunaan dana reases sebesar Rp 61.627.746.000.00 oleh pimpinan dan anggota DPRD Riau berdasarkan uji petik di 11 titik kegiatan reses hanya terealissi 10.16 persen anggaran dan sisanya 89.84 persen tidak dapat dipertanggunjawabkan. Apabila dikonversi kepada dana reses Rp 61.627.745.000.00 maka telah terjadi kerugian negara sebesar 55 mlliar,”pungkas Armilis
Sementara itu sambil menunggu para staf BPK RI Perwakilan Riau Kedua Wartawan sudah beketetapan hati akan menelusuri kemana dana sebesar Rp 55 M mengalir.
Penulis - Rolan Aritonang