LAKR MINTA KOMISI YUDISIAL PERIKSA MAJELIS HAKIM PN BANGKINANG.

LAKR MINTA KOMISI YUDISIAL PERIKSA MAJELIS HAKIM PN BANGKINANG.

Putusan Pengadilan Bangkinang yang memenangkan Gugatan Wanprestasi PTPN IV regional 3 terhadap Koppsa M sebesar 140 M dinilai sebuah keputusan keliru dan kontroversial. Sebab, kebun sawit seluas 1650 Ha milik Koppsa yang dibangun dengan sistem KKPA dan PTPN IV yang bertindak sebagai bapak angkat telah gagal membangun kebun sawit sesuai perjanjian. Tetapi PTPN IV malah mengajukan gugatan wanprestasi terhadap Koppsa M. Tragsinya, PN Bangkinang malah mengabulkan gugatan PTPN IV. Melihat keputsan kontroversial ini Komisi Yudisial harus segera memeriksa para hakim PN Bangkinang atas kejanggalan putusan yang telah mereka keluarkan.
“Putusan PN Bangkinang yang diketuai Oleh Soni Nugraha yang memenangkan gugatan wanprestasi PTPN IV terhadap Koppsa M telah menciderai rasa keadilan masyarakat. Masyarakat kecil yang tergabung dalam Koppsa M  digugat oleh perusahaan BUMN dengan sumber daya tidak terbatas. Tidak logis dan tidak adil  putusan PN Bangkinang yang memenangkan gugatan PTPN IV atas Koppsa M. Komisi Yudisial harus segera memeriksa hakim PN Bangkinang atas keluarnya putusan kontroversial dan sangat mengusik rasa keadilan masyarakat ini,”ujar Wakil Direktur Lembaga Anti Korupsi Riau (LAKR) Rolan Aritonang, Jumat (30/5) di Pekanbaru.
Pembangunan kebun sawit seluas 1650 Ha di Desa Pangkalan Baru Kecamatan Siakhulu, Kampar tersebut, ujar Rolan dimulai pada tahun 2003 lalu. Sejak awal, pembangunan kebun sawit itu telah bermasalah. Sebab, pembangunan kebun sawit itu dilakukan tanpa studi kelayakan sebagai syarat mutlak dalam pembangunan kebun kelapa sawit. Parahnya, lagi proses penanaman dan perawatan dilakukan secara asal-asalan dan tidak sesuai SOP pembangunan kebun. 
“Fakta persidangan telah membuktikan bahwa pembangunan kebun kelapa sawit oleh PTPN IV tanpa studi kelayakan. Padahal studi kelayakan merupakan syarat wajib dalam pembangunan sebuah kebun sawit. Tanpa studi kelayakan pembangunan kebun sawit tidak dapat dilakukan,”ujar Rolan.
Rolan juga mengatakan bahwa selama pembangunan kebun juga tidak pernah dilakukan penyerahan atau konversi kebun kepada petani setelah kebun sawit berumur 48 bulan. Penyerahan kebun sawit dapat dilakukan apabila kebun yang dibangun telah berbuah 65 persen dengan standarisasi A. “Tidak pernah dilakukannya penyerahan kebun sawit kepada petani membuktikan bahwa pembangunan kebuns sawit oleh PTPN IV telah gagal dan pembiayaan setelah umur sawit 48 bulan menjadi tanggung jawab PTPN IV,”ujar Rolan.
Tragisnya lagi, kata Rolan,  majelis hakim justru mengabaikan semua fakta persidangan berupa keterangan saksi ahli yang telah dihadirkan baik oleh penggugat dan tergugat. Bahkan membolak-balikan fakta yang ada bahwa seolah-olah pihak Koppsa M telah melakukan pelanggaran terhadap perjanjian yang telah dibuat sebagai penyebab utama gagalnya pembangunan .  Seperti penguasaan lahan secara ilegal, pengusiran tim PTPN hingga menjalin kerjsama tanpa persetujuan dengan pihak ketiga. 
“Kerjasama ilegal yang dituding sebagai penyebab utama rusaknya kebun milik Koppsa M akibat eksploitasi yang berlebihan tanpa perawatan  yang berdampak kegagalan koperasi membayar dana talangan adalah sebuah lelucon dan alasan yang absurd. Sebab dalam kenyataannya, kondisi kebun pada waktu kerjasama dengan pihak ketiga itu sudah rusak karena dalam keadaan semak, dipenuhi pohon mahang dan tidak terawat. Justru pihak ketiga inilah yang membuat kebun menjadi lebih bersih karena mahang dan semak-semak dibersihkan dengan menggunakan alat berat,”papar Rolan.
Rolan menduga, gugatan wanprestasi sebesar 140 M yang diajukan PTPN IV kepada Koppsa M sebagai pengalihan isu atas kegagalan mereka membangun kebun sawit. Alasan yang paling mungkin adalah dengan mengajukan gugatan wanprestasi atas Koppsa M ke PN Bangkinang. Sebab, sulit bagi Koppsa M dengan sumber daya yang terbatas untuk menang  gugatan atas PTPN IV. “LAKR mendesak agar KY segera memeriksa para majelis hakim PN Bangkinang yang telah memenangkan gugatan PTPN IV atas Koppsa M. Kita ingin pengadilan dipimpin oleh para hakim yang jujur, bersih dan kredibel sehingga menghasilkan keputusan yang adil dan sesuai dengan fakta sebenarnya,”pungkas Rolan.

Penulis : Heber Samudera