KETUA KOMISI 3,MINTA JALAN PROPINSI DI UBAH MENJADI JALAN NASIONAL.
Pangkas APBD untuk Pembangunan Jalan , Edi Basri Minta Ubah Status Jalan Provinsi dan Tegakkan Aturan Besarnya beban APBD Riau dan Kabupaten/kota yang mencapai 23.4 T untuk memperbaiki jalan yang rusak harus dicarikan solusinya. Salah satu mekanisme yang dapat ditempuh adalah dengan mengubah status ruas jalan provinsi menjadi ruas jalan naional. Serta dengan penegakkan peraturan seperti ODOL secara tegas dan kosisten.
Demikian dikatakan Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri SH Msi, Senin (2/6) menyikapi besarnya kerusakan jalan provisni dan jalan kabupaten/kota. Panjang ruas jalan di seluruh Riau adalah 21.583,14 Km. Sepanjang 1.257,90 Km merupakan ruas jalan nasional. Ruas jalan provinsi sepanjang 2.693, 87 Km dan ruas jalan kabupaten/kota sepanjang 17.631,37 Km.
“Jalan naional dalam kondisi mantap 95.09 persen dan tak mantap 4.91 persen. Jalan provinsi dalam kondisi mantap 62,01 persen dan tak mantap 31,98 persen sedangkan jalan kabupaten yang mantap hanya 52.08 persen dan tidak mantap 47,92 persen. Dilihat dari prosentase dari jalan yang tidak mantap maka sebagian besar merupakan ruas jalan provinsi dan ruas jalan kabupaten/kota dengan panjang total 20.325,14 Km atau setara 94,17 persen,”ujar Edi Basri.
Kondisi jalan yang rusak, kata Edi Basri, umumnya terjadi pada jalan yang menuju kawasan industri, pariwisata dan akses jalan di wilayah perbatasan dan pulau terluar. Rusaknya jalan ini disebabkan struktur tanah di Riau yang sebagian berada lahan gambut dan tanah dengan struktur yang labil. Parahnya lagi, kata Edi Basri, biaya pembangunan jalan di tanah gambut dan tanah labil ini sangat besar.
“Biaya pembangunan d jalan di tanah gambut bisa tiga kali lipat dibandingkan jalan dengan tanah mineral dan padat dan jalan di wilayah gambut harus dilengkapi dengan drainase yang baik sehingga biaya pembangunanya semakin besar,”ujarnya.
Kualitas jalan di Riau, kata Edi Basri, peringkat 23 nasional dan peringkat ke sembilan di wilayah sumatera. Kondisi seperti ini jelas sangat ironis mengingat Riau merupakan provinsi dengan SDA dan porsi APBD yang besar. Edi menilai parahnya kondisi jalan di Riau merupakan akumulasi dari banyak masalah. “Buruknya kualitas jalan di Riau merupakan masalah klasik yang selalu muncul setiap saat. Kondisi disebabkan oleh perencanaan yang tidak baik, pembangunan jalan yang tidak sesuai standar serta perawatan yang tidak masksimal,”ujarnya
Edi Basri mengusulkan, untuk mengurangi beban pembangunan dan pemeliharaan jalan di Riau adalah dengan mengubah status jalan provisni menjadi jalan nasional. Jalan nasional merupakan jalan srategis yang merupakan bagian dari sistem jarinan jalan primer dan menghubungkan antara ibukota provisi, kota besar, pelabuhan utama dan perbatasan negara. “Perubahan jalan provinsi menjadi jalan nasional dapat dilakukan dengan melihat persyaratan yang ada. Perubahan status ruas jalan provinsi menadi ruas jalan nasional akan megurangi beban APBD untuk pembangunan dan perawatan jalan,”tegasnya.
Guna mencegah kerusakan ruas jalan di Riau secara terus menerus , kata Edi Basri, dengan menegakkan aturan lalu lintas secara tegas dan konsisten. Kerusakan ruas jalan kabupaten sebagian besar disebabkan oleh muatan kendaraan yang melampaui batas maskimal. Jalan kualifikasi C dilalui oleh kendaraan bermuatan 30 ton maka dalam waktu singkat jalan akan rusak. “Ruas jalan kabupetn/kota yanag rusak sebagian besar berada di kawasan perkebunan atau pabrik kelapa sawit. Jalan kualifikasi C dilewati oleh kendaraan dengan tonase besar. Perlu ketegasan dari aparatur pemerintah dan aparat kepolisian untuk menertibkan kendaraan yang melewati jalan agar sesuai tonase ,”katanya.
Edi Basri menilai, kontribusi perusahaan sawit dan kayu di Riau tidak sebanding dengan karusakan jalan akibat aktifitas mereka. Setiap tahun, Pemprov Riau dan kabupaten/kota mengelurkan dana APBD triliunan rupiah untuk pembangunan dan perawatan jalan. Namun dalam waktu singkat menjadi rusak akibat tonase kendaraan yang lewat melebihi kuaifikasi jalan yang dilewati.
“Tidak adil rasanya kalau Pemprov dan Pemkab/kota yang membangun jalan dan menjadi rusak akibat aktifitas kendaraan milik perusahaan perkebunan dan industri pulp&paper. Perusahaan perkebunan dan industri kertas harus berkontribusi langsung untuk ikut merawat dan membiayai perbaikan jalan yang rusak. Regulasinya harus segera dibuat agar perusahahan besar yang beroperasi di Riau ikut terlibat dalam pembiayaan untuk pemeliharaan jalan yang rusak sehingga tidak menjadi beban APBD Riau dan kabupaten/kota saja,” pungkasnya.
Penulis : Heber Samudera