BPK RI RIAU TEMUKAN KERUGIAN NEGARA PADA 9 OPD SEBESAR Rp 3.173.571.293.00.PADA THN 2022.
45 Orang ASN Setdaprov Riau Terlibat Kasus SPPD Fiktif, Potensi Rugikan Negara 2.1 M
Kasus SPPD fiktif tidak hanya terjadi di Sekretariat DPRD Riau yang mencapai angka fantastis Rp 196 M. Kasus serupa juga terjadi di Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Riau. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 45 orang Aparatur Sipil Negara (ASN) Setdaprov Riau terlibat kasus SPPD fiktif berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwaklan Riau tahun 2022. Negara berpotensi dirugikan Rp 2.1 M dalam kasus tersebut.
“Temuan pada LHP BPK RI pada tahun 2022 untuk dua temuan yaitu kelebihan biaya penginapan dan melakukan perjalanan dinas lebih dari satu hari pada hari yang sama menemukan 45 orang ASN telah melakukan perjalanan SPPD fiktif. Temuan BPK merugikan perbuatan negara Rp 2.1 M.,” ujar Direktur Lembaga Anti Korupsi Riau (LAKR), Armilis Ramaini SH MH, Selasa (15/7) di Pekanbaru.
Pada tahun anggaran 20022, jelas Armilis, Pemprov Riau telah menganggarkan biaya perjalanan dinas sebesar Rp 418.760.232.448.00 dan terealisasi sebesar Rp 362.486.787.003.00 atau setara dengan 86.56 persen. Dari LHP BPK tahun 2022 ditemukan kerugian negara pada 9 OPD sebesar Rp 3.173.571.293.00. “Pada Setdaprov ditemukan 45 orang ASN telah melakukan kegiatan SPPD fiktif dengan potensi kerugian negara 2.1 M,”ujar Armilis.
Temuan pada LHP BPK, lanjut Armilis, merupakan hasil uji petik dan tidak menggambarkan kerugian negara yang sebenarnya akibat SPPD fikitf. Sebab, audit yang dilakukan BPK merupakan audit administrasi. Sebagai perbandingan, temuan SPPD fiktif di Sekwan DPRD Riau pada tahun 2020 hanya Rp 51. 900.000. Tetapi setelah dilakukan penyidikan oleh Ditrekrimsus Polda Riau dan hasil audit BPKP ternyata angka temuan membengkak menjadi 196 M. “Temuan pada LHP BPK RI adalah hasil audit adminsitrasi dan hanya berdasarkan uji petik. Jika dilakukan penyidikan oleh APH dan diaudit oleh BPKP maka angka SPPD fiktif bisa menbengkak seperti kasus SPPD fikit di Sekwan DPRD Riau,”ujar Armilis.
Adapaun ke 45 orang ASN yang melakukan tindak pidana SPPD fikitf yang terkonfirmasi tidak terbang ada tiga orang berinisal ST,ZM dan Apr. Sedangkan ASN dengan temuan pertanggungjawaban perjalaan dinas untuk biaya penginapan tidak sesuai kondisi senyatanya adalah Afr, Apr (Gol II), Ent (Gol II), Is, Ilm, MWN, Mrd, MAD, NCM (Esl IV), NA, NA, RR, SA, TTJ (Es III), YM (Es III), Zui, Zul, Mly,WHM, AJ, TJJ. Sedangkan ASN dengan temuan kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas beririsan adalah AS. DR, Hrm, IM, IA, Mrd, Okt, TMM.TMM, Tk, At, DS, HF, KSW, IA, JR, JAM, MH, MJ, Mly, WAN dan Yh. “Total ada 45 orang ASN di Setdaprov Riau yang ditemukan telah melakukan SPPD fiktif dengan potensi kerugian negara 2.1 M,”ujar Armilis.
Kasus SPPD fiktif oleh 45 orang ASN di Setdaprov Riau ini, kata Armilis, bertentangan dengan Peraturan Pemerintah N0 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 121 ayat (2) yang menyatakan bahwa pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertaggugjawab tehadap kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat dimaksud. Serta Pasal 141 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah serta Perauran Gubernur Riau N0 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Perjaanan Dinas yang besumber dari Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Riau.
Armilis meminta agar Setdaprov Riau segera memberikan sanksi tegas kepada ASN yang terlibat kasus SPPD fikitf dan meminta mereka untuk mengembalikan uang haram yang telah dipergunakan. Armilis juga meminta Kejati Riau untuk mengungkap kasus SPPD fiktif di Setdaprov Riau karena melibatkan 45 orang ASN. “Kejati Riau harus mengungkap kasus SPPD fiktif di Setdaprov Riau karena berpotensi merugikan negara dalam jumlah yang lebih besar. Juga agar kasus serupa tidak terulang kembali di semua OPD di Pemprov Riau dimasa datang,”pungkasnya.
Setdaprov Riau yang dikonfirmasi secara tertulis tentang kasus SPPD fiktif belum memberikan klarifikasinya. Padahal sudah diberi tenggat waktu selama 14 hari. “Surat konfirmasi masih diproses oleh Kasubag Umum, ujar salah seorang staf Bagian Umum.
Penulis : Heber Samudera