Kejati Riau Diminta Usut Temuan SPPD Fiktif DPRD Kampar Rp 451.515.280.00 dengan Potensi Kerugian Negara Puluhan Miliar
Kasus SPPD fiktif di DPRD Kampar tahun 2020 sebesar Rp 451.515.280.00 mendapat kecaman luas dari publik. Tahun 2020 adalah masa pandemi Covid 19 dan pemerintah telah melarang dan membatasi masayarakat untuk melakukan aktifitas di luar rumah. Bahkan ASN diminta untuk bekerja dari rumah (WFH) serta pelajar dan mahasiswa melakukan aktifitas belajar mengajar dengan sistim daring. Ironisnya Pemkab dan DPRD Kampar dalam LHP BPK tahun 2020 melaporkan telah menghabiskan APBD Kampar untuk melakukan perjalanan dinas luar daerah sebesar Rp 66.818.665.055.00. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI pada 26 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kampar tahun 2020 untuk pertanggungjawaban perjalanan dinas luar daerah ditemukan komponen biaya penginapan tidak sesuai kondisi senyatanya sebesar Rp 625,021.642.00. Sebanyak Rp Rp 451.515.280.00 temuan berada di Sekretariat DPRD (Sekwan).
“Potensi kerugian negara bisa mencapai puluhan miliar karena uji petik oleh BPK RI hanya dilakukan terhadap 818 bukti penginapan dengan nilai Rp 1.167.970.825.00 atau hanya sekitar 2.5 persen dari total belanja perjalanan dinas luar daerah Pemkab dan DPRD Kampar yang mencapai Rp 66.818.665.050.00. Jika dilakukan audit investigasi secara menyeluruh oleh BPKP terhadap seluruh biaya perjalanan dinas yang totalnya mencapai Rp 119.055.221.642.00 maka potensi kerugian negara bisa mencapai puluhan miliar. Karena itu, Kejaksaan Tinggi (kejati) Riau diminta untuk mengusut tuntas kasus SPPD fiktif di DPRD Kampar untuk mengetahui kerugian pasti keuangan negara yang sangat merugikan masyarakat tersebut,”ujar praktisi dan pengamat hukum Tommy Freddy Manungkalit Skom, SH MH, Kamis (4/9) di Pekanbaru.
Sebagai perbandingan, lanjut Tommy, pada tahun yang sama temuan SPPD fiktif di DPRD Riau hanya sebesar Rp 551.900.00 dan setelah dilakukan audit investigasi oleh BPKP angka temuan SPPD fiktif membengkak mencapai angka mendekati 100 M. Jika dilakukan audit investigasi, maka potensi kerugian negara akibat SPPD fiktif di DPRD Kampar juga berpotensi membengkak mencapai angka puluhan miliar. Sebab, tahun 2020 merupakan puncak pandemi Covid 19 yang seluruh kegitan kantor dan lembaga dilarang dan bekerja di rumah (WFH) saja.
Tahun 2020, jelas Tommy, Pemkab Kampar mengalokasikan dana pejalanan dinas sebesar Rp 133.305.628.659.00 dengan realisasi sebesar Rp 119.052.221.642.00. Sebesar Rp 66.818.665.052.00 biaya perjalanan dinas tersebut digunakan untuk perjalanan dinas luar daerah. “Uji petik terhadap 818 bukti atas biaya penginapan perjalanan dinas luar daerah dengan nilai Rp 1.167.970.825.00 dan hasil konfirmasi tertulis kepada 56 hotel tentang kebenaran nama pelaksana perjalanan dinas, lama menginap serta tagihan pembayaran hotel menunjukkan banyak terjadi penyimpangan.
Hasil uji petik oleh BPK RI, jelas Tommy, menemukan bahwa terdapat 107 atau 13,08 persen bukti pertanggungjawaban sebesar Rp 151.672.410.00 yang data pelaksana perjalanan dinas berupa nama, tanggal check in/check out dan jumlah pembayaran hotelnya tidak sesuai dengan data base manajemen hotel. Juga terdapat 182 atau 22.25 persen bukti pertanggungjawaban sebesar Rp 366.881.493.00 nilai pembayaran hotel berdasarkan data base menajemen hotel lebih rendah dari nilai yang telah dipertanggungjawabkan sehinga terdapat selisih pembayaran biaya penginapan sebesar Rp 163.870.742.00. “Terdapat juga 529 atau 64,67 persen bukti pertanggungjawaban sebesar Rp 649.415.922.00 yang data pelaksanaan perjalanan dinas tidak ditemukan dalam data base manajemen hotel.
“Selain itu terdapat juga perjalanan dinas ganda yang merugikan negara Rp 6.390.000. Perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan sebesar Rp 66.407.900.00 serta pembayaran uang harian dan biaya penginapan perjalanan dinas melebihi standar yang ditetapkan sebesar Rp 21.366.284.00. Modus SPPD fiktif di DPRD Kampar hampir serupa dengan yang dilakukan di DPRD Riau. Tahun 2020 adalah masa pandemi Covid 19 sehingga kegiatan berkumpul dan perjalanan ke luar daerah dilarang. Tetapi Pemkab Kampar dan DPRD Kampar masih tercatat menghabiskan anggaran perjalanan dinas luar daerah sebesar Rp 66.818.665.052.00 sehingga patut diduga perjalanan dinas yang dilakukan sebagian besar adalah fiktif,’’kata Tommy, yang juga Direktur Yayasan Mandala Foundation.
Jika dibandingkan dengan temuan SPPD fikitf di DPRD Riau tahun 2020 yang disidik Polda Riau, kata Tommy, temuan SPPD fiktif di DPRD Riau hanya sebesar Rp 51.900.000.00. Tetapi setelah dilakukan audit investigasi oleh BPKP maka angka temuan SPPD fiktif mencapai angka hampir Rp 100 M. “Perlu dilakukan audit investgasi untuk menemukan jumlah pasti angka SPPD fiktif di Pemkab dan DPRD Kampar. Hampir dipastikan angka temuan akan meningkat secara drastis, bahkan mencapai puluhan miliar karena tahun 2020 merupakan masa pandemi Covid 19,”ujar Tommy
Kondisi tersebut, kata Tommy, bertentangan dengan :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 121 ayat (1) yang mengatur bahwa PA/KPPA, bendahara penerimaan/bendahara pengeluaran, dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/atau kekayaan daerah wajib menyelengarakan penatausahaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
2. Pasal 141 ayat (1) yanag mengatur bawa setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih
3. Peraturan Bupati Kampar Nomor 42 Tahun 2019 tentag perjalanan dinas pejabat negara, pejabat, PNS, pegawai non PNS di lingkungan pemerintah daerah dan anggota DPRD Kampar
Sekwan DPRD Kampar, Ramlah yang dikonfirmasi melalui Wanya terkait temuan SPPD fiktif tidak memberikan jawabannya. Begitu juga Wakil Ketua DPRD Kampar periode 2019-2024 Tony Hidayat yang dikonfirmasi melalui Wanya juga tidak memberikan jawaban
Penulis : Heber Samudera