Rentanisasi Agama dalam Kepentingan Kelompok
Rentanisasi Agama dalam Kepentingan Kelompok
Mengucapkan selamat kepada perayaan hari besar pemeluk agama lain masih menjadi polemik, baik terkait keyakinan, alasan yang termasuk kepentingan di dalamnya juga sejarah awalnya. Terkadang menjadi problematis, satu sisi belum terjawab keabsahannya dan pada saat bersamaan sikap tersebut menjadi bentuk penghargaan eksistensi keberagaman dalam kehidupan bersama sebagai manusia, berbangsa dan bernegara.
Agama sebagai jalan bahkan seperti nafas, dalam kenyataan hidup memberikan banyak contoh lain. Ranah personal dinamika tersebut hanya memuncak pada tokoh tertinggi atau pribadi pemimpin. Namun sebenarnya akar polemik tersebut adalah pada kepentingan pengorganisiran kepentingan kelompok. Sensitivitas pribadi tokoh tersebut menjadi bak gelombang dalam ranah masyarakat.
Siapa yang sadar, bahwa terdapat orang-orang di luar Islam memiliki pemahaman tentang Islam, yang rentannya, mereka justru sangat ketat dalam pengalaman ajaran-ajarannya? Sebagaimana orang beragama Islam sendiri, menjalani hidup dengan Islam tidak lepas dari tujuan-tujuan terdalam, orang yang hidup di luarnya, meski bisa jadi membenarkan dalam hati namun secara Zahir bertentangan, semisal dia beragama lain.
Maka tujuan beragama pada akhirnya dapat menghidupkan agama, hidup bersamanya bisa juga sebaliknya. Orang beragama dan tidak beragama bisa pada posisi sama atau sederajat dalam baik disadari atau pun tidak termasuk juga dalam keadaan "mengalir" saja.
Artinya, tujuan beragama untuk menghidupkan seperti dalam istilah pengikut Isa yang disebut Hawariyyun adalah "menolong agama Allah", bisa dengan menjadi pengikut maupun dengan cara sebaliknya (bagian ini pernah diulas pada artikel sebelumnya). Demikian kaidah ini juga dapat diberlakukan terhadap tujuan-tujuan lainnya.
Kondisi terakhir ini bisa beragam bentuknya secara umum dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan tujuan tersebut. Pertama, mengamalkan suatu ajaran dengan menolak yang lainnya. Pada kondisi waktu dapat dipahami bahwa pada waktu tertentu diamalkan namun di waktu lain justru ditolak dapat dipengaruhi oleh tempat maupun kehendak pribadi atau suasana hati.
Seperti contoh, terdapat orang atau kelompok yang membangun masjid/musholla, dalam perjalanannya menerima hidayah dan masuk Islam, maka balasannya kebaikan sempurna. Namun ada yang berlebihan juga pada saat yang sama penuh kekurangan dengan melakukan hal yang sama sebagai sedekah namun tidak dicatat kebaikan di sisi Allah justru ancaman dan bagian dari usaha menghalang-halangi kebenaran oleh orang bukan Islam hingga menjelang kematian.
Kedua, berlebih-lebihan dengan cara tidak benar. Bentuk ini dapat banyak ditemukan dalam kehidupan beragama manusia zaman ini. Mengetahui kebenaran namun namun menyangsikannya dalam perbuatan dengan cara berlebih-lebihan.
Ketiga, terbelenggu "rumus dunia". Kesombongan, dalam arti mendahului kebenaran juga usaha mendahulukan yang (orang) lain termasuk menangguhkannya tanpa ilmu dengan tujuan sama. Hal ini yang paling sukar bagi manusia yang menghadapi tantangan zaman.
Demikian analisa terhadap agama dalam dinamika kehidupan manusia agar dapat menjadi bahan refleksi dan hikmah serta penerang dalam remang setiap sudut dunia.
Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil. (Penarasi Jogja Sumatera)