SIDANG PERDATA GUGATAN PTP IV VS KOPPSA M,FINAL 28.5.25.

SIDANG PERDATA GUGATAN PTP IV VS KOPPSA M,FINAL 28.5.25.

Gugatan Wan prestasi ke Koppsa M , Hutang Bank 140 M Tanggungjawab PTPN IV
Kasus gugatan wan prestasi oleh PTPN IV regional 3 terhadap Koppsa M senilai Rp 140 M dalam pembangunan kebun sawit seluas 1650 Ha di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siakhulu, Kampar seluas 1650 Ha  akan memasuki babak akhir. Jika tidak ada aral melintang , maka pada tanggal 28 Mei 2025 akan diputuskan apakah gugatan wan prestasi PTPN IV akan diterima atau ditolak oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang . Kasus langka karena bapak angkat yang menggugat koperasi ini mendapat perhatian luas dari publik ini akan menjadi ujian serius bagi para hakim dari PN Bangkinang yang dipimpin langsung  oleh Ketua PN Bangkinang Sony Nugraha ini mengeluarkan putusan yang objektif dan adil atau tidak. Menariknya, para saksi ahli yang  dihadirkan oleh pihak penggugat dan pihak tergugat malah mementahkan materi gugatan yang diajukan oleh PTPN IV.
“Keterangan yang  diberikan oleh para saksi ahli baik yang diajukan oleh pihak penggugat dan pihak tergugat justru menggugurkan dalil dan materi gugatan yang diajukan PTPN IV kepada Koppsa M. Sehingga putusan hakim harus menolak semua gugatan yang diajukan oleh PTPN IV kepada Koppsa M,’’ujar Kuasa Hukum Koppsa M ,Armilis Ramaini SH MH, Kamis (22/5) di Pekanbaru.
Dijelaskan Armilis, saksi ahli Dr Asharudin Amin yang merupakan ahli dibidang Perencanaan, evaluasi dan Manajemen Proyek Agribisnis mengatakan bahwa sebelum pembangunan kebun dilaksanakan harus ada pra studi kelayakan yang dilaksanakan oleh perusahaan dan dibantu Dinas Perkebunan.Pra studi kelayakan dilakukan untuk menilai kelayakan pembangunan kebun kelapa sawit dari berbagai aspek seperti teknis, ekonomi, sosial, ekonomi, hukum dan lingkungan.
“Jika tidak ada studi kelayakan maka perusahaan lalai sehingga wajib bertanggungjawab terhadap segala resiko yang terjadi atas kerusakan pembanguann kebun tersebut. Dan resiko tidak dapat dialihkan kepada pihak koperasi,’'ujarnya.
Dalam pembangunan kebun, lanjut Armilis, penanaman harus dilakukan sesuai standar operasional yang ditentukan oleh Dirjen Perkebunan. Perawatan kebun juga dilakukan sesuai standar karena akan berpengaruh terhadap kualitas tanaman. “Perusahaan harus menyelesaikan pembangunan kebun sesuai perjanjian dan SK Gubri No 7 tahun 2001 sampai kebun siap untuk dialihkan kepada petani anggota koperasi,’’kata Armilis
Apabila tanaman telah berusia 48 bulan, kata Armilis maka dilakukan penilaian apakah tanaman sudah layak dikonversi atau dialihkan kepada petani. Konversi dapat dilakukan apabila 65 persen tanaman  sudah berproduksi dengan kualitas A. Apabila dalam usia 48 bulan belum dilakukan konversi maka merupakan kelalaian perusahaan sehingga biaya yang timbul terhadap pembangunan kebun tidak dapat dibebankan kepada koperasi dan yang harus bertanggung jawab adalah perusahaan hingga kebun diserahterimakan kepada petani atau dikonversi.
‘Dalam masa konstruksi sampai tanaman berumur 48 bulan  biaya pembangunan kebun diambilkan dari kredit bank dan umur tanaman 48 bulan wajib dilakukan penilaian. Kalau pembangunan kebun sesuai standar maka dalam usia 10-11 tahun kredit ke bank sudah bisa dilunasi,’’katanya
Saksi ahli dari penggugat DR Ermanto Fahamsyah, ahli Hukum Perdata dan Bisnis dari Universitas Jember mengatakan bahwa terhadap badan hukum koperasi apabila dalam membuat pejanjian/perikatan dengan pihak lain harus disetujui oleh anggota koperasi yang dapat dilakukan dengan rapat anggota baik rapat anggota tahunan atau rapat anggota luar biasa.  Apabila tidak ada persetujuan dari anggota koperasi maka tanggungjawab atau resiko atas perjanjian/perikatan dengan pihak lain tersebut ditanggung oleh pengurus dan badan pengawas yang menandatangani perjanjian atau perikatan tersebut. “Untuk jaminan benda tidak bergerak harus dipasangkan hak pertanggungan. Apabila tidak dipasangkan maka hak tanggungan jaminan tersbut tidak dapat disita,” ujar Armilis. 
Realitasnya, kata Armilis, rapat anggota luar biasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Februari 2013 dilakukan untuk memilih pengurus dan pengawas karena ketua sebelumnya yang bernama Marzuki meninggal dunia.  Dan terpilihlah Mustaqim sebagai ketua koperasi dan Syaifudin Efendi sebagai badan pengawas.  “Pertanggung jawaban pinjaman ke Bank Mandiri harus menjadi tanggungjawab pengurus dan pengawas karena RALB dilakukan untuk pemilihan ketua dan pengawas dan tidak ada pembahasan mengenai pengalihan pinjaman dari Bank Agro ke Bank Mandiri cabang Palembang senilai Rp 143 M,’’ujarnya.
Sedangkan Surizki Febrianto sebagai ahli Hukum Perdata dari Universitas Islam Riau menjelaskan dalam sebuah perjanjian kebun apabila pihak yang membangun kebun tidak melaksanakan dengan baik sesuai perjanjian maka pihak yang membangun harus bertanggung jawab atas kewajiban tersebut.  Senada dengan Surizki, Ignasisus Bona Sakti sebagai ahli dari Perkoperasian Kementerian Koperasi RI mengatakan  bahwa harta pribadi anggota koperasi bukanlah asset/harta koperasi. Dan apabila telah mengambil kebijakan atau perbuatan hukum di luar yang telah diputuskan dalam rapat anggota dan merugikan koperasi maka tanggung jawab atas kerugian itu ditanggung oleh pengurus koperasi
“Berdasarkan keterangan para saksi ahli baik yang dihadirkan oleh penggugat dalam hal ini PTPN IV regional 3 maupun pihak tergugat dalam hal ini Koppsa M terbukti bahwa gugatan yang dilakukan oleh PTPN IV tidak benar dan tidak beralasan. Dan PTPN IV sebagai pembangun kebun harus bertanggung jawab atas segala kerugian akibat kelalaian yang mereka lakukan dan hutang kepada pihak bank untuk pembangunan kebun yang gagal menjadi tanggungan PTPN IV,”pungkasnya.

Penulis : Rolan Aritonang